Pages

June 22, 2010

2 Bulan Sudah…

2 bulan sudah Bapak meninggalkan dunia fana ini. Penyesalan itu belum juga hilang dari pikiran dan perasaanku. Penyesalan bahwa aku tidak bisa menemani disaat-saat terakhirnya, bahkan hanya sekedar melihat sosoknya untuk terakhir kalipun aku tak bisa. Aku sebagai anak pertamanya, hanya bisa menemuinya saat sudah dimakamkan. Maafkan aku Bapak… tak bisa mengantar kepergianmu.

Namun ada satu hal yang menenangkan aku adalah Bapak meninggal dipangkuan orang yang sangat mencintainya, yaitu Ibu. Bahkan Bapak sempat dituntun oleh Ibu untuk menyebut asma Allah disaat-saat terakhirnya. Ibu begitu kuat dan tegar menyaksikan orang yang sangat dicintainya menghadapi sakaratul maut, bahkan menuntun Bapak untuk menyebut asma Allah.

Jujur, aku "iri" dengan Bapak karena hal itu. Karena aku tidak yakin akan bisa seperti itu. Menghadapi kematian didampingi pasangan hidup. Bukankah hal yang seperti itu indah?

Inilah ajaran tentang kesetiaan dari Bapak. Bagaimanapun, kesetiaan akan ada buahnya. Apapun jenis kesetiaan itu. Inilah buah kesetiaan Bapak untuk bertanggung jawab atas keluarganya meskipun kondisi fisiknya lemah, karena gagal ginjal yang Bapak derita, dengan tetap membantu Ibu berjualan sayur keliling desa dan kampung dengan mobil tuanya dan kesetiaan Bapak untuk menjadikan Ibu sebagai wanita satu-satunya dalam hidup Bapak.

Aku masih sangat ingat ketika dulu mengenalkan aku tentang kesetiaan pada pasangan hidup. "Percaya sama Bapak tentang hal satu ini, untuk mendapatkan wanita itu sangat mudah saat kamu punya harta dan tahta. Tapi yang sulit adalah saat punya harta dan tahta, kemudian memutuskan untuk tetap setia kepada satu wanita. Setialah pada wanita yang sudah menyerahkan hidupnya padamu karena itulah satu-satunya agar kamu tetap dicintai oleh wanita dengan sepenuh hatinya. Kejelekan laki-laki seperti : minum, judi, dan ndhugal  itu masih ada kemungkinan untuk dimaafkan. Tapi kalau menduakan, jangan harap bisa dimaafkan. Kalaupun dimaafkan, pasti tidak akan bisa sepenuh hati".

Dulu aku tidak terlalu menanggapi hal itu dengan serius. Maklum waktu itu masih diusia belum waktunya menikah. Tapi sekarang, setelah bekerja, punya penghasilan, berumah tangga dan menyaksikan kesetiaan Ibu, aku tidak meragukan lagi ucapan Bapak tersebut.

Terima kasih Bapak karena telah mengajarkan hal baik ini kepadaku…


Bandung, 22 Juni 2010












No comments:

Post a Comment